Allah telah menyelamatkan orang-orang Bani Israil dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya, menenggelamkan orang-orang kafir itu bersama para pemimpinnya ke Laut Merah. Nabi Musa selalu mengingatkan dan menjelaskan pada kaumnya bahwa semua itu adalah semata-mata nikmat dan anugerah dari Allah yang hams disyukuri.
SUATU hari Nabi Musa memberikan nasehat di hadapan kaumnya, "Wahai orang-orang Bani lsrail, ingatlah pada nikmat Allah yang telah hanyak dilimpahkan pada kalian, tetapilah janji kalian bahwa kalian tidak akan menyembah kecuali hanya kepada Allah. Dan kepada Allah lah kalian kelak akan kembali."
Setelah mengakhiri khotbahnya ada salah seorang bertanya',"Wahai Musa, siapakah manusia yang paling `Alim (mengetahui ba¬nyak ilmu, pandai) di muka bumi ini". "Akulah manusia yang paling pandai muka bumi" demikian jawab Nabi Musa.
Pernyataan Nabi Musa yang mengklaim dirinya sebagai manusia yang paling pandai di dunia itu berakibat mendapat celaan dari Allah, karena Nabi Musa telah lupa bahwa hanya Allah yang lebih tahu jawaban dari pertanyaan itu. Kalimat yang semestinya keluar dari Nabi Musa adalah ALLAHU A'LAM (Allah yang lebih mengetahui).
Sehingga Allah menurunkan wahyu yang merupakan teguran atas kekhilafan Nabi Musa,"Wahai Musa, salah seorang hambaKu bernama Khodir, yang tinggal pada suatu tempat bertemunya dua lautan (Laut Rum dan Laut Parsi), dia memiliki pengetahuan dan kepandaian melebihi kamu.” Nabi Musa tersadar bahwa ia telah melakukan kesalahan demi mendengar wahyu Allah tersebut. Dengan segala kerendahan hati Nabi Musa bertanya,"Ya Allah, dimana aku bisa menjum¬painya dan bagaimana caranya aku dapat bertemu dengannya?"
"Berangkatlah menuju pantai dengan membawa seekor ikan. Dan ikan yang kau bawa tiba-tiba akan hilang ketika telah sampai pada tempat yang kau tuju, disitulah kau akan bertemu dengan Khodir."
Berangkatlah Nabi Musa bersama seorang pengikutnya bernama Yusak bin Nun yang membantu membawa perbekalan selama dalam perjalanan menuju tempat yang telah ditunjukkan oleh Allah. Hatinya tidak bisa tenang ingin segera bertemu dengan seseorang yang menurut Allah lebih banyak ilmunya dan lebih pandai darinya.
Sudah sekian lama Nabi Musa berjalan menyusuri pantai, namun belum juga kelihatan tanda-tanda seperti apa yang telah diwahyukan oleh Allah. Berulangkali Nabi Musa melihat ikan yang dibawanya, tapi ikan itu masih tetap pada tempatnya. Nabi Musa tidak dapat lagi menahan kelelahan, maka berhentilah mereka pada sebuah batu besar di tepi pantai. Sungguh nyaman bersandar pa¬da sebuah batu yang besar dalam keadaan kelelahan setelah berhari-hari berjalan kaki. Apalagi semilir angin pantai bertiup sepoi¬-sepoi hingga membuat Nabi Musa tak dapat menahan kantuknya. Tertidurlah Nati Musa yang tak lama kemudian Yusak juga terlelap di sisinya.
Keduanya tidak menyadari bahwa disitulah tempat yang sedang mereka cari¬-cari. Hingga tiba-tiba ikan yang mereka bawa melompat dari tempatnya dan merangkak menghampiri air laut di tepi pantai dengan meninggalkan bekas pada jalan yang telah dilewati, selanjutnya hilang ditelan lautan:
Nabi Musa dan Yusak bin Nun kembali melanjutkan perjalanan. Setelali cukup jauh berjalan Nabi Musa berkata,"Berhenti sebentar. Perjalanan ini sungguh melelahkanku, perutku terasa lapar, keluarkan perbekalan yang kau bawa." Yusak segera menurunkan perbekalan dan menyiapkan makanan untuk Nabi Musa, tiba-tiba ia terhenyak demi melihat ikan yang ia bawa sudah tidak ada lagi.
"Wahai Nabi Musa, tidakkah kau ingat ketika isitrahat di bawah batu besar? Aku lupa akan ikan yang kita bawa, jangan-jangan ikan itu terlepas pada saat kita tertidur"
Melihat kenyataan itu wajah Nabi Musa berubah ceria,''Itulah yang kita cari! itulah yang kita cari! kita sudah menemukannya! Ayo kita kembali!"
Dengan penuh semangat Nabi Musa kembali menuju tempat batu besar berada, dimana ia dan pengikutnya telah tertidur dan melupakan ikan yang ia bawa. Nabi Musa semakin yakin bahwa hilangnya ikan pasti di tempat itu demi melihat jalan yang dilalui oleh ikan masih jelas menbekas.
Tiba-tiba muncul di hadapan Nabi Musa sosok tegap berpakaian serba putih tersenyum menyambut kedatangan Nabi Musa. 'Dialah Khodir yang juga seorang Nabi seperti yang telah diceritakan oleh Allah dalam wahyuNya. Nabi Musa pun menyambut dengan ucapan salam. “Assalamu `alaika Ya Khodir..."
"Wa'alaikassalam. Siapakah engkau?" tanya Nabi Khodir.
Aku adalah Musa"
"Musa dari Bani Israil?"
"Betul"
"Apa tujuanmu kemari, wahai Musa?"
"Bolehkah aku menjadi pengikutmu dan belajar semua ilmu darimu?"
"Wahai Musa, engkau pasti tidak akan sanggup menahan sabar bersamaku. Aku telah diberi ilmu oleh Allah yang tidak diberikan oleh Allah kepadamu. Demikian pula engkau telah diberi ilmu yang tidak diberikan kepadaku. Masing-masing kita telah diberi ilmu oleh Allah."
"Aku tahu itu, Khodir. Tetapi kali ini kumohon ijinkanlah aku berguru kepadamu. Aku berjanji, Insya Allah, akan sabar mengikutimu dan tidak akan menentang padamu."
"Baiklah. Aku berpesan, setiap engkau melihat kejadian yang kau ingkari karena tidak sesuai dengan nuranimu, janganlah kau bertanya sebelum aku menjelaskannya."
Lalu berangkatlah Nabi Khodir diikuti Nabi Musa menyusuri pantai. Nabi Khodir berniat menyeberang lautan tetapi tidak ada satu perahu pun dijumpainya. Namun tak lama kemudian dari kejauhan nampak perahu kecil yang semakin lama semakin mendekati pantai. Begitu menepi, Nabi Khodir mende¬kati pemilik perahu dan menyampaikan maksudnya. Ternyata pemilik perahu itu mengenal wajah Nabi Khodir, sehingga dengan senang hati ia mau mengantarkan Nabi Khodir kemanapun Nabi Khodir pergi dengan cuma-cuma. Pemilik perahu itu tidak mau menerima upah yang diberikan kepada¬nya, karena merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan baginya bisa mengantarkan seorang Nabi Allah.
Perahu meluncur membelah lautan luas. Burung-burung laut beterbangan di atas perahu seolah mengucapkan selamat jalan mengiringi keberangkatan mereka. Hingga ada seekor burung yang hinggap di tepian perahu, lalu berkali-kali mematukkan paruhnya ke lautan. Melihat tingkah burung yang lucu itu Nabi Khodir berkata,"Wahai Musa, ilmu Allah yang diberikan kepadaku dan kepadamu tidak lebih dari setetes air dalam paruh itu, sedangkan lautan yang terbentang luas tanpa batas itulah ilmunya Allah."
Setibanya di seberang lautan, Nabi Musa dikagetkan dengan ulah Nabi Khodir yang tiba-tiba merusak perahu yang baru saja mereka naiki, papan-papan perahu dicopotnya hingga perahu itu tidak bisa digunakan lagi.
"Wahai Khodir! Mengapa kau hancurkan perahu yang telah mengantarkan kita ke seberang lautan. Bahkan kita tidak mengeluar¬kan uang sepeserpun untuk membayar pemilik perahu itu!"
Dengan tenang Nabi Khodir menjawab,"Bukankah sudah kukatakan bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar meng¬ikutiku?"
Nabi Musa sadar, ia telah melanggar janjinya untuk bersabar. Namun Nabi Musa tidak mau menyerah,"Wahai Khodir. Maafkan aku. Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku, biarkan aku tetap bersamamu."
Alasan Nabi Musa diterima oleh Nabi Khodir. Kedua Nabi Allah itupun kembali berjalan hingga bertemu dengan sekelompok anak-anak yang sedang bermain. Nabi Khodir menghampiri salah satunya, dengan serta merta Nabi Khodir mencengkeram kepala anak itu lalu memutarnya hingga putus terpisah dari badannya. Nabi Musa terbelalak melihat kejadian yang mengerikan itu.
"Wahai Khodir! Apa yang telah engkau lakukan? Perbuatanmu sungguh kejam, membunuh seorang anak tak berdosa. Mengapa itu kau lakukan'?"
Dengan kalem Nabi Khodir menja¬wab."Bukankah sudah kukatakan bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar mengikutiku."
Sudah dua kali Nabi Musa lupa akan janjinya, sehingga Nabi Musa betul-betul memohon pada Nabi Khodir agar mema¬afkannya.
"Wahai Khodir. Maatkan aku. Berilah aku kesempatan sekali lagi. Jika aku mengulangi kesalahanku, jangan ijinkan aku menyertaimu lagi."
Nabi Khodir menerima permohonan Nabi Musa kembali. Keduanya pun melanjut¬kan perjalanan yang cukup.jauh hingga tibalah mereka di suatu perkampungan. Baik Nabi Musa maupun Nabi Khodir sama-sama merasakan lelah dan lapar, sehingga keduanya mendatangi rumah penduduk untuk meminta sedekah makanan. Tetapi apa yang terjadi? Tidak ada seorangpun yang mau memberi makanan pada keduanya. Nabi Musa kesal melihat perlakuan penduduk yang tidak sopan dalam menyambut tamu. Namun perasaan itu dipendam dalam-dalam. Nabi Khodir dan Nabi Musa kembali berjalan hingga keduanya mendapati sebuah dinding rumah yang mir¬ing. Dengan kedua tangannya Nabi Khodir menegakkan kembali dinding yang nyaris roboh itu sehingga kembali berdiri dengan kokoh. Disinilah ternyata Nabi Musa tidak kuat menahan perasaannya,"Wahai Khodir. Apa lagi yang kau lakukan? Bukankah mereka telah menolak permintaan kita. Mengapa malah kau tegakkan dinding rumah mereka? Jika kau mau minta saja upah pada mereka."
Tiga kali sudah Nabi Musa melanggar janjinya. Kini terbukti apa yang dikatakan¬ Nabi Khodir bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup bersabar dalam mengikutinya.
"Wahai Musa. lnilah perpisahan antara engkau dan aku. Namun sebelum kita berpisah, aku akan menjelaskan padamu tentang maksud perbuatan-perbuatanku yang membuatmu tidak sabar melihatnya. Pertama, perahu yang aku rusak itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut, di hadapan mereka ada seorang raja kejam yang akan merampas semua perahu milik mereka, dengan aku merusaknya, perahu itu tidak akan dirampas oleh raja sehingga mereka bisa memperbaiki kembali setelah raja itu pergi. Kedua, seorang anak yang aku bunuh. Keta¬huilah bahwa kedua orangtuanya adalah or¬ang-orang beriman sedangkan anak itu kelak ketika dewasa menjadi orang kafir. Aku mem¬bunuhnya karena khawatir bahwa dia akan memaksa kedua orangtuanya ke dalam kesesatan dan kekafiran. Dan aku berharap agar Allah mengganti untuk kedua orangtua¬nya dengan anak yang lain yang lebih baik dan lebih suci serta lebih sayang terhadap ayah dan ibunya. Ketiga, dinding rumah itu adalah milik dua bocah yatim di kampung itu, dan di bawahnya terdapat harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh. Maka Allah menghendaki agar mereka sampai pada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu. Kalau sampai dinding itu roboh sedangkan keduanya masih belum dewasa, aku khawatir hartanya akan ditemukan orang sehigga dibuat rebutan. Wahai Musa itulah penjelasanku, semoga engkau mengerti, selamat tinggal.
SUATU hari Nabi Musa memberikan nasehat di hadapan kaumnya, "Wahai orang-orang Bani lsrail, ingatlah pada nikmat Allah yang telah hanyak dilimpahkan pada kalian, tetapilah janji kalian bahwa kalian tidak akan menyembah kecuali hanya kepada Allah. Dan kepada Allah lah kalian kelak akan kembali."
Setelah mengakhiri khotbahnya ada salah seorang bertanya',"Wahai Musa, siapakah manusia yang paling `Alim (mengetahui ba¬nyak ilmu, pandai) di muka bumi ini". "Akulah manusia yang paling pandai muka bumi" demikian jawab Nabi Musa.
Pernyataan Nabi Musa yang mengklaim dirinya sebagai manusia yang paling pandai di dunia itu berakibat mendapat celaan dari Allah, karena Nabi Musa telah lupa bahwa hanya Allah yang lebih tahu jawaban dari pertanyaan itu. Kalimat yang semestinya keluar dari Nabi Musa adalah ALLAHU A'LAM (Allah yang lebih mengetahui).
Sehingga Allah menurunkan wahyu yang merupakan teguran atas kekhilafan Nabi Musa,"Wahai Musa, salah seorang hambaKu bernama Khodir, yang tinggal pada suatu tempat bertemunya dua lautan (Laut Rum dan Laut Parsi), dia memiliki pengetahuan dan kepandaian melebihi kamu.” Nabi Musa tersadar bahwa ia telah melakukan kesalahan demi mendengar wahyu Allah tersebut. Dengan segala kerendahan hati Nabi Musa bertanya,"Ya Allah, dimana aku bisa menjum¬painya dan bagaimana caranya aku dapat bertemu dengannya?"
"Berangkatlah menuju pantai dengan membawa seekor ikan. Dan ikan yang kau bawa tiba-tiba akan hilang ketika telah sampai pada tempat yang kau tuju, disitulah kau akan bertemu dengan Khodir."
Berangkatlah Nabi Musa bersama seorang pengikutnya bernama Yusak bin Nun yang membantu membawa perbekalan selama dalam perjalanan menuju tempat yang telah ditunjukkan oleh Allah. Hatinya tidak bisa tenang ingin segera bertemu dengan seseorang yang menurut Allah lebih banyak ilmunya dan lebih pandai darinya.
Sudah sekian lama Nabi Musa berjalan menyusuri pantai, namun belum juga kelihatan tanda-tanda seperti apa yang telah diwahyukan oleh Allah. Berulangkali Nabi Musa melihat ikan yang dibawanya, tapi ikan itu masih tetap pada tempatnya. Nabi Musa tidak dapat lagi menahan kelelahan, maka berhentilah mereka pada sebuah batu besar di tepi pantai. Sungguh nyaman bersandar pa¬da sebuah batu yang besar dalam keadaan kelelahan setelah berhari-hari berjalan kaki. Apalagi semilir angin pantai bertiup sepoi¬-sepoi hingga membuat Nabi Musa tak dapat menahan kantuknya. Tertidurlah Nati Musa yang tak lama kemudian Yusak juga terlelap di sisinya.
Keduanya tidak menyadari bahwa disitulah tempat yang sedang mereka cari¬-cari. Hingga tiba-tiba ikan yang mereka bawa melompat dari tempatnya dan merangkak menghampiri air laut di tepi pantai dengan meninggalkan bekas pada jalan yang telah dilewati, selanjutnya hilang ditelan lautan:
Nabi Musa dan Yusak bin Nun kembali melanjutkan perjalanan. Setelali cukup jauh berjalan Nabi Musa berkata,"Berhenti sebentar. Perjalanan ini sungguh melelahkanku, perutku terasa lapar, keluarkan perbekalan yang kau bawa." Yusak segera menurunkan perbekalan dan menyiapkan makanan untuk Nabi Musa, tiba-tiba ia terhenyak demi melihat ikan yang ia bawa sudah tidak ada lagi.
"Wahai Nabi Musa, tidakkah kau ingat ketika isitrahat di bawah batu besar? Aku lupa akan ikan yang kita bawa, jangan-jangan ikan itu terlepas pada saat kita tertidur"
Melihat kenyataan itu wajah Nabi Musa berubah ceria,''Itulah yang kita cari! itulah yang kita cari! kita sudah menemukannya! Ayo kita kembali!"
Dengan penuh semangat Nabi Musa kembali menuju tempat batu besar berada, dimana ia dan pengikutnya telah tertidur dan melupakan ikan yang ia bawa. Nabi Musa semakin yakin bahwa hilangnya ikan pasti di tempat itu demi melihat jalan yang dilalui oleh ikan masih jelas menbekas.
Tiba-tiba muncul di hadapan Nabi Musa sosok tegap berpakaian serba putih tersenyum menyambut kedatangan Nabi Musa. 'Dialah Khodir yang juga seorang Nabi seperti yang telah diceritakan oleh Allah dalam wahyuNya. Nabi Musa pun menyambut dengan ucapan salam. “Assalamu `alaika Ya Khodir..."
"Wa'alaikassalam. Siapakah engkau?" tanya Nabi Khodir.
Aku adalah Musa"
"Musa dari Bani Israil?"
"Betul"
"Apa tujuanmu kemari, wahai Musa?"
"Bolehkah aku menjadi pengikutmu dan belajar semua ilmu darimu?"
"Wahai Musa, engkau pasti tidak akan sanggup menahan sabar bersamaku. Aku telah diberi ilmu oleh Allah yang tidak diberikan oleh Allah kepadamu. Demikian pula engkau telah diberi ilmu yang tidak diberikan kepadaku. Masing-masing kita telah diberi ilmu oleh Allah."
"Aku tahu itu, Khodir. Tetapi kali ini kumohon ijinkanlah aku berguru kepadamu. Aku berjanji, Insya Allah, akan sabar mengikutimu dan tidak akan menentang padamu."
"Baiklah. Aku berpesan, setiap engkau melihat kejadian yang kau ingkari karena tidak sesuai dengan nuranimu, janganlah kau bertanya sebelum aku menjelaskannya."
Lalu berangkatlah Nabi Khodir diikuti Nabi Musa menyusuri pantai. Nabi Khodir berniat menyeberang lautan tetapi tidak ada satu perahu pun dijumpainya. Namun tak lama kemudian dari kejauhan nampak perahu kecil yang semakin lama semakin mendekati pantai. Begitu menepi, Nabi Khodir mende¬kati pemilik perahu dan menyampaikan maksudnya. Ternyata pemilik perahu itu mengenal wajah Nabi Khodir, sehingga dengan senang hati ia mau mengantarkan Nabi Khodir kemanapun Nabi Khodir pergi dengan cuma-cuma. Pemilik perahu itu tidak mau menerima upah yang diberikan kepada¬nya, karena merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan baginya bisa mengantarkan seorang Nabi Allah.
Perahu meluncur membelah lautan luas. Burung-burung laut beterbangan di atas perahu seolah mengucapkan selamat jalan mengiringi keberangkatan mereka. Hingga ada seekor burung yang hinggap di tepian perahu, lalu berkali-kali mematukkan paruhnya ke lautan. Melihat tingkah burung yang lucu itu Nabi Khodir berkata,"Wahai Musa, ilmu Allah yang diberikan kepadaku dan kepadamu tidak lebih dari setetes air dalam paruh itu, sedangkan lautan yang terbentang luas tanpa batas itulah ilmunya Allah."
Setibanya di seberang lautan, Nabi Musa dikagetkan dengan ulah Nabi Khodir yang tiba-tiba merusak perahu yang baru saja mereka naiki, papan-papan perahu dicopotnya hingga perahu itu tidak bisa digunakan lagi.
"Wahai Khodir! Mengapa kau hancurkan perahu yang telah mengantarkan kita ke seberang lautan. Bahkan kita tidak mengeluar¬kan uang sepeserpun untuk membayar pemilik perahu itu!"
Dengan tenang Nabi Khodir menjawab,"Bukankah sudah kukatakan bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar meng¬ikutiku?"
Nabi Musa sadar, ia telah melanggar janjinya untuk bersabar. Namun Nabi Musa tidak mau menyerah,"Wahai Khodir. Maafkan aku. Janganlah engkau menghukumku karena kelupaanku, biarkan aku tetap bersamamu."
Alasan Nabi Musa diterima oleh Nabi Khodir. Kedua Nabi Allah itupun kembali berjalan hingga bertemu dengan sekelompok anak-anak yang sedang bermain. Nabi Khodir menghampiri salah satunya, dengan serta merta Nabi Khodir mencengkeram kepala anak itu lalu memutarnya hingga putus terpisah dari badannya. Nabi Musa terbelalak melihat kejadian yang mengerikan itu.
"Wahai Khodir! Apa yang telah engkau lakukan? Perbuatanmu sungguh kejam, membunuh seorang anak tak berdosa. Mengapa itu kau lakukan'?"
Dengan kalem Nabi Khodir menja¬wab."Bukankah sudah kukatakan bahwa engkau tidak akan sanggup bersabar mengikutiku."
Sudah dua kali Nabi Musa lupa akan janjinya, sehingga Nabi Musa betul-betul memohon pada Nabi Khodir agar mema¬afkannya.
"Wahai Khodir. Maatkan aku. Berilah aku kesempatan sekali lagi. Jika aku mengulangi kesalahanku, jangan ijinkan aku menyertaimu lagi."
Nabi Khodir menerima permohonan Nabi Musa kembali. Keduanya pun melanjut¬kan perjalanan yang cukup.jauh hingga tibalah mereka di suatu perkampungan. Baik Nabi Musa maupun Nabi Khodir sama-sama merasakan lelah dan lapar, sehingga keduanya mendatangi rumah penduduk untuk meminta sedekah makanan. Tetapi apa yang terjadi? Tidak ada seorangpun yang mau memberi makanan pada keduanya. Nabi Musa kesal melihat perlakuan penduduk yang tidak sopan dalam menyambut tamu. Namun perasaan itu dipendam dalam-dalam. Nabi Khodir dan Nabi Musa kembali berjalan hingga keduanya mendapati sebuah dinding rumah yang mir¬ing. Dengan kedua tangannya Nabi Khodir menegakkan kembali dinding yang nyaris roboh itu sehingga kembali berdiri dengan kokoh. Disinilah ternyata Nabi Musa tidak kuat menahan perasaannya,"Wahai Khodir. Apa lagi yang kau lakukan? Bukankah mereka telah menolak permintaan kita. Mengapa malah kau tegakkan dinding rumah mereka? Jika kau mau minta saja upah pada mereka."
Tiga kali sudah Nabi Musa melanggar janjinya. Kini terbukti apa yang dikatakan¬ Nabi Khodir bahwa Nabi Musa tidak akan sanggup bersabar dalam mengikutinya.
"Wahai Musa. lnilah perpisahan antara engkau dan aku. Namun sebelum kita berpisah, aku akan menjelaskan padamu tentang maksud perbuatan-perbuatanku yang membuatmu tidak sabar melihatnya. Pertama, perahu yang aku rusak itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut, di hadapan mereka ada seorang raja kejam yang akan merampas semua perahu milik mereka, dengan aku merusaknya, perahu itu tidak akan dirampas oleh raja sehingga mereka bisa memperbaiki kembali setelah raja itu pergi. Kedua, seorang anak yang aku bunuh. Keta¬huilah bahwa kedua orangtuanya adalah or¬ang-orang beriman sedangkan anak itu kelak ketika dewasa menjadi orang kafir. Aku mem¬bunuhnya karena khawatir bahwa dia akan memaksa kedua orangtuanya ke dalam kesesatan dan kekafiran. Dan aku berharap agar Allah mengganti untuk kedua orangtua¬nya dengan anak yang lain yang lebih baik dan lebih suci serta lebih sayang terhadap ayah dan ibunya. Ketiga, dinding rumah itu adalah milik dua bocah yatim di kampung itu, dan di bawahnya terdapat harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh. Maka Allah menghendaki agar mereka sampai pada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu. Kalau sampai dinding itu roboh sedangkan keduanya masih belum dewasa, aku khawatir hartanya akan ditemukan orang sehigga dibuat rebutan. Wahai Musa itulah penjelasanku, semoga engkau mengerti, selamat tinggal.
***********************************
Sumber Cerita
HR BUKHORI JUZ 1 HALAMAN 41
QS AL KAHFI AYAT 60 S/D 82
Sumber Cerita
HR BUKHORI JUZ 1 HALAMAN 41
QS AL KAHFI AYAT 60 S/D 82