ASIYAH ISTRI FIR'AUN

Dahulu kala Mesir merupakan negeri dengan tingkat kebudayaan yang tinggi. Hingga kini peninggalannya masih menakjubkan dan penuh dengan misteri. Sungai Nil membelah daratan Mesir membuat negeri ini subur dengan peradaban yang lebih maju ketimbang negeri lainnya. Fir’aun adalah gelar yang diberikan pada raja yang memimpin negeri itu.
       KEMAKMURAN dan tingginya peradaban bangsa Mesir membuat Fir’aun menjadi angkuh dan sewenang-wenang, bahkan Fir’aun menganggap dirinya tuhan yang harus disembah oleh seluruh manusia. Tidak segan-segan Fir’aun menghukum salib bagi rakyat yang menentangnya, seperti tercantum dalam Al Qur’an surat Al Fajr ayat 10 : “Dan kepada Fir’aun yang mempunyai banyak salib”.
       Sifat Fir’aun yang kejam dan kasar sangat bertolak belakang dengan sifat istrinya, Asiyah binti Mazaahim. Selain parasnya yang cantik, Asiyah memiliki perangai yang lemah lembut dan menyayangi rakyatnya. Kehidupan Fir’aun dan Asiyah ditemani seorang putrinya dan banyak sekali para punggawa dan pelayan yang setia.        
       Hingga pada suatu hari ketika putri Fir’aun sedang bersolek, ia memanggil seorang pelayan yang mempunyai tugas menyisir rambutnya. Ketika pelayan sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir terlepas dari tangannya dan jatuh ke lantai. Karena terkejut tanpa di sadari terlepas ucapan dari mulutnya, “Rugilah orang yang ingkar pada Tuhan Alloh!”.
       Kalimat itu membuat puteri Fir’aun terhenyak,”Hai! Apa katamu? Tuhanmu adalah ayahku, raja Fir’aun. Mengapa kau sebut-sebut Tuhan Alloh?!”
       “Alloh adalah Tuhan saya, Tuhannya baginda Fir’aun dan Tuhannya semesta alam”.
       “Jadi kau tidak mau mengakui ayahku sebagai tuhan?”
       “Maaf tuan puteri, tapi memang demikian adanya”
       “Plaakk!!!” puteri Fir’aun smenampar muka si pelayan,”Kurang ajar! Akan kuadukan pada ayahku!”
       Buru-buru puteri Fir’aun keluar kamar dan menemui ayahnya, ia menceritakan kejadian yang baru dia alami.
       Hmm. Benarkah?” Tanya Fir’aun.
       “Benar ayah, dia malah menyebut-nyebut Alloh sebagai Tuhan alam semesta”
       Fir’aun murka, diperintahkannya dua orang pengawal untuk membawa si pelayan ke hadapannya. Setelah si pelayan menghadap,”Hai pelayan! Kata puteriku kau mengakui tuhan selain aku?”
       “Maaf baginda. Tuhanku dan juga Tuhan baginda adalah Alloh. Di seluruh alam ini hanya Alloh lah yang wajib disembah”
       Kalimat yang keluar dari mulut pelayan itu membuat telinga Fir’aun memerah. Tak ayal lagi, ia menjebloskan si pelayan ke dalam penjara yang disiapkan bagi orang-orang yang dianggap berbahaya dan mambangkang. Dalam keadaan kaki tangan terikat, si pelayan dilempar ke dalam ruangan yang gelap dan kumuh, lalu sengaja dilepaskan berbagai macam binatang berbisa untuk menambah siksaan.
       Berhari-hari si pelayan mendekam di dalam penjara. Sekujur tubuhnya penuh dengan luka gigitan dan sengatan. Namun ia tetap sabar dan tabah, keimanannya bahkan bertambah tebal. “Tidak sepantasnya aku mengeluh. Apalah artinya siksaan ini dibandingkan dengan siksa Alloh di neraka. Ya Alloh, berilah hamba kekuatan...”


Keteguhan Hati Si Pelayan
SUATU ketika datanglah Fir’aun disertai pengawal menengoknya. Fir’aun berharap dengan beratnya siksaan yang dialami si pelayan maka ia akan kembali setia pada Fir’aun. Tetapi sia-sia, keteguhan hati si pelayan dan cintanya kepada Alloh membuat ia rela menderita di dunia demi kebahagiaan yang kekal di sisi Alloh.
       Lagi-lagi Fir’aun berang. Kini ia melakukan berbagai cara untuk menekan si pelayan agar mau kembali setia padanya.
       “Pengawal! Cambuk Dia dan bawa anaknya kemari!”
       Tak lama kemudian pengawal sudah menggendong dua bocah yang masih lugu dan lucu. Fir’aun hendak menunjukkan kekejamannya terhadap orang-orang yang menentangnya. Salah satu anak si pelayan diikat dan lehernya disandarkan pada batu besar, pedang di tangan Fir’aun telah diletakkan di atas leher si anak.
       “Ibuuu!!!” teriak si anak memandangi ibunya berharap agar si ibu menolongnya.
       “Ohh, Anakku ...”
       Pemandangan yang sangat mengerikan sekaligus mengharukan itu sempat dilihat oleh Asiyah, istri fir’aun.
       “Kakanda, bisahkah engkau mengubah hukuman Dia?”
       “Jangan ikut campur! Bila tidak tahan keluar dari ruangan ini!”
       Cress!!!” Anak tak berdosa itu tewas oleh pedang Fir’aun. Si pelayan pun menangis demi melihat anaknya dibunuh. Asiyah yang juga menyaksikan kejadian itu tak dapat membendung air matanya. Ia mendekati si pelayan dan mengelus kepalanya,”Tabahkan hatimu....”
       Di tengah suasana yang penuh duka, terdengar suara yang hanya bisa didengar oleh si pelayan dan Asiyah, itu adalah suara anak si pelayan yang baru saja dibunuh.
       “Ibu, janganlah menangisi kepergianku. Aku telah bahagia di dalam surga. Berbahagialah, ibu akan mendapat pahala yang besar dari Alloh karena ketaqwaan ibu kepada Alloh...” Kemudian suara itu menghilang.
       Asiyah yang memperhatikan semua ini dalam hatinya berkata,”Betapa teguh perempuan ini, apa yang diyakininya memang benar. Fir’aun bukanlah tuhan, tapi manusia biasa yang kejam dan licik”

Keyakinan Asiyah pada Alloh
KEESOKAN harinya Fir’aun, Asiyah dan pengawalnya kembali mendatangi si pelayan. Kali ini pengawal menggandeng anak pelayan yang kedua. Sementara kondisi kesehatan Pelayan semakin memburuk akibat luka-lukanya ditambah guncangan jiwa atas kematian anak pertamanya di tangan Fir’aun.
       “Hei Pelayan! Nasib anakmu ada ditanganku. Apa kau tetap menyembah kepada Alloh?”
       Anak pelayan meronta-ronta di cengkraman Fir’aun,”Ibuu, tolong aku Bu...”
       “Apapun yang Baginda lakukan terhadap saya dan anak saya, tidak akan mengubah keyakinan saya”
       “Kurang ajar!!!”
       “Crass!!!” pedang Fir’aun kembali memengal kepala  anak si Pelayan. Seorang anak tak berdosa lagi-lagi menjadi korban kebiadaban Fir’aun. Pelayan tidak dapat berbuat apa-apa, hanya air mata yang terus mengalir dari pelupuk mata. Hatinya hancur, kedua buah hati yang dicintainya telah dibantai oleh Fir’aun. Mulutnya hanya bisa berkata pelan,’Ya Alloh. Kuatkanlah iman hamba dalam menghadapi cobaan ini ...”
       Tiba-tiba terdengar kembali suara yang hanya bisa didengar oleh Pelayan dan Asiyah, itu adalah anak pelayan yang baru saja dibunuh,”Ibu, jangan sedih. Disini aku bahagia. Bersabarlah Bu, Alloh pasti akan menolong Ibu”
       Demi mendengar kalimat yang diucapkan anaknya seolah si pelayan telah menemukan obat bagi penderitaannya. Pelayan telah menemukan kedamaian, tubuhnya terkulai lemas dengan mata terpejam. Alloh telah memanggilnya. Derita pelayan itu telah berakhir dania menjumpai kebahagiaan di sorga bersama anak-anaknya.
       Sementara Asiyah diam membisu, ia terpana demi melihat kejadian di depan matanya, “Aku yakin Pelayann dan anak-anaknya itu bahagia di dalam lindungan Alloh. Aku yakin kata-kata pelayan itu benar, tidak ada Tuhan selain Alloh,” katanya dalam hati.
       “Kakanda Fir’aun. Aku rasa apa yang diyakini pelayan itu benar. Bahwa Alloh adalah Tuhan yang sesungguhnya”
       “Istriku, mungkin hatimu sedang guncang. Beristirahatlah!”
       “Tidak!! Aku yakin bahwa Tuhan sesunguhnya adalah Alloh”
       “Pengawal! Bawa istriku ke kamar. Kurung dia!”

Fir’aun menghukum Asiyah
FIR’AUN menjadi gusar dengan perubahan yang terjadi pada istrinya. Akhirnya Fir’aun memutuskan untuk membahas kerisauannya di hadapan para menterinya. Salah satu menteri berkata,”Menurut hamba, permaisuri baginda adalah wanita yang lembut dan bijaksana.”
       Yang lain berkata. “Ratu juga sangat dicintai rakyat.”
       “Tapi dia tidak mengakuiku sebagai Tuhan,” potong Fir’aun.
       Menteri yang lain berkata,”Apakah kejadiannya memang demikian? Demi kemuliaan Fir’aun, kalau memang demikian Ratu Asiyah harus dilenyapkan, agar keyakinan terhadap Alloh tidak diikuti rakyat.”
       “Kalau begitu tangkap Asiyah dan bawa dia ke padang pasir! Siapkan batu besar, aku sendiri yang akan menghukumnya.”
       Asiyah pun digiring oleh bebeapa pengawal diikuti Fir’aun dan para menteri menuju padang pasir. Di bawah teriknya matahari Asiyah dibentangkan dengan kaki dan tangan terikat pada tonggak kayu. Sebuah batu besar telah diangkat di atas tubuh Asiyah. Namun tidak sedikitpun terlukis kesedihan di wajahnya.
       “Mungkin inilah jalan yang harus Aku lalui demi mendapat kebahagiaan yang kekal di sisi Alloh. Mudah-mudahan cobaan ini dapat menghapus semua dosaku selama hidup bersama fir’aun. Ya Alloh, bangunkanlah untuk hamba sebuah rumah disisiMu dalam surga. Selamatkanlah hamba dari perbuatan Fir’aun dan kaumnya yang dzalim”
       Alloh cinta kepada hambanya yang bertaqwa, dikabulkannya permohonan Asiyah. Seketika itu juga Asiyah dapat melihat surga di depan matanya. Asiyah yakin bahwa pemandangan itu adalah rumah akan ia huni di dalam surga. Sehingga tersenyumlah Asiyah dengan penuh kebahagiaan. Sementara Fir’aun dan pengikutnya terheran melihat tingkah Asiyah.
       “Hei lihat! Akibat menyembah Alloh dia telah gila! Mau dibunuh malah tersenyum”
       “Pengawal! Lakukan!”. “Crass!!!
       Batu besar itu menghantam tubuh Asiyah. Tetapi sebelum batu itu menyentuh kulit Asiyah, terlebih dahulu Alloh telah mengambil ruhnya. Asiyah tidak merasakan penderitaan karena batu itu hanya menghujam jasad yang sudah tak bernyawa.
       Ketaqwaan kepada Alloh akan mendapat balasan yang sangat besar dari Alloh. Ruh Asiyah menyusul ruh pelayan dan kedua anaknya ke surga, tempat kesejahteraan, kebahagiaan, ketentraman dan kemuliaan yang kekal*
************
(Sumber QS 66:11, Tafsir Ibnu Katsir)

KISAH KETABAHAN NABI AYYUB

Nabi Ayyub adalah seorang bangsa Rum, beliau putra ‘Aish bin Ishak, seorang Nabi, ibunya salah seorang putri Nabi Luth. Beliau termasuk salah seorang laki-laki yang memiliki otak cerdas dan jenius. Beliau rajin, berbudi luhur lagi bijaksana. Ayahnya adalah seorang yang memiliki kekayaan, memiliki sejumlah besar hewan ternak, onta, lembu, domba, kuda, keledai dan khimar. Tiada seorang pun yang membandingi kekayaannya di negri Syam di masa itu. Setelah wafat, harta benda di wariskan semua kepada Nabi Ayyub. Beliau menikah dengan Dewi Rahmah putri Afrayim anak laki-lakinya Nabi Yusuf. Dari pernikahan mereka Alloh menganugrahi 12 kali mengandung, setiap lahir 2 orang anak, masing-masing putra dan putri.
       Nabi Ayyub di utus oleh Alloh kepada kaumnya, yakni kaum Huran dan Tih, beliau berbudi baik dan halus, sepanjang hidupnya tiada seorang pun yang menyalahi dengan dusta dan ingkar, berkat kehormatan yang diberikan oleh Alloh kepadanya dan ibu bapaknya. Beliau suka mendirikan masjid-masjid dan menyampaikan syari’at-syari’at agama Alloh. Beliau suka menyantuni anak-anak yatim bagaikan seorang bapak yang penuh kasih sayang, terhadap para janda bagaikan seorang suami, demikian pula terhadap rakyat kecil yang lemah bagaikan saudara kandung penuh cinta kasih. Para pembantu yang mengurus tanaman dan buah-buahan di kebun dan sawahnya, dipesankan kepada mereka supaya membiarkan bagi siapa saja yang yang ingin memetiknya.
       Dalam hal peternakan, setiap tahun terus meningkat, bahkan setiap hewan mempunayi anak kembar-kembar, sekalipun demikian semua harta kekayaan tidak mempengaruhinya sedikitpun, beliau pandai mensyukuri nikmat pemberian Alloh, baik dalam hati maupun dicetuskan lewat lesannya, bahkan beliau selalu memanjatkan do’a kepada Alloh, “Ya Alloh, ini semua adalah pemberian-Mu kepada semua hambamu di lokasi penjara dunia, sangat jauh dibandingkan dengan pemberian-Mu di sorga bagi ahli karomah-Mu di negri penuh hidangan-Mu”.
       Itulah pangkal penyebab timbulnya iri, drengki makhluk Alloh tiada berbudi sebangsa Iblis. Iblis tidak terima dengan keberhasilan Nabi Ayyub, suatu hari ia berkata, “Ayyub benar-benar sukses usahanya, baik urusan dunia maupun akhirot. Untuk itu, ia harus dirusak salah satu atau kedua-duanya”.
       Pada masa itu, Iblis dapat naik ke langit tingkat tujuh, ia bebas parkir di tempat mana saja sesukanya. Pada suatu hari ia naik seperti biasanya, dan ditanya oleh Alloh,
       “Hai makhluk terkutuk, tidakkah melihat hambaKu yang telah sukses dalam usahanya? Mampukah kamu mencontoh barang sedikit saja?”.
       “Ya Tuhan, benar saja Ayyub tekun beribadah kepadaMu, sebab ia diberi kelapangan rizki dan kesehatan jasmani, seandainya tidak demikian, pasti ia pun enggan beribadah kepada-Mu, ia seorang hamba yang penuh dengan kecukupan”. Jawab Iblis.
       “Bohong kamu, sebab Aku tahu pasti bahwa ia benar-benar beribadah dan bersyukur kepadaKu, sekalipun tiada kelapangan rizki baginya”.
       “Ya Tuhan.... kalau begitu, aku ingin mengujinya, sampai sejauh mana ia tidak lupa berdzikir dan beribadah kepadaMu, untuk itu berilah aku kemampuan untuk menguasai dirinya!”. sahut Iblis.
       Setelah terjadi perdebatan yang panjang, akhirnya Alloh memenuhi tuntutan Iblis terkutuk, dengan catatan tidak pada jiwa dan lesan Nabi Ayyub.
       Sekembalinya dari langit, Iblis menelusuri pantai laut, ia berteriak sekerasnya memanggil bangsa jin. Dengan waktu yang tidak lama semua bangsa jin pun segera berhimpun, tiada seorang pun yang tersisa, baik pria maupun wanita, semuanya mendekat di sisi Iblis, kemudian bertanya,
       “Apa yang menimpa tuan besar?”.
       “Kini aku memperoleh proyek besar, yang belum pernah diperoleh sejak aku sukses menggulingkan Adam dari surga, yaitu memperdaya Ayyub, untuk itu marilah kita kerjakan bersama-sama”.
       Tanpa banyak pertanyaan, semua bangsa jin dengan caranya masing-masing mulai bergerak memperdaya Nabi Ayyub. Mereka mengerahkan seluruh pasukan yang ada, dan mengatur strategi. Rumah-rumah, taman-taman, kebun-kebun dan sawah-sawah semua mereka hancurkan, sehingga semua harta kekayaan Nabi Ayyub habis dimusnahkan Iblis dan bala tentaranya.
       Setelah berhasil menghancurkan semua harta kekayaan Nabi Ayyub, Iblis menghampiri Nabi Ayyub yang sedang sholat di masjid dan berkata,
       “Hai Ayyub, kenapa engkau tenang-tenang beribadah kepada Alloh, padahal engkau dalam keadaan terancam bahaya. Tuhanmu telah mengirim api dari langit yang membumi hanguskan seluruh harta kekayaanmu”.
       Nabi Ayyub tidak menjawab sepatah kata pun pada omongan Iblis, bahkan beliau memanjatkan doa kepada Alloh setelah sholat selesai, “Segala Puji bagi Alloh yang telah memberi harta kekayaan kepadaku, kemudian sekarang sudah saatnya Dia menarik kembali dari tanganku”. Setelah berdoa kemudian beliau meneruskan lagi sholatnya.
       Melihat keadaan seperti itu, Iblis merasa usahanya tidak berhasil dan ia pulang dengan penuh kecewa, bahkan merasa terhina dan menyesal akibat tindakan Nabi Ayyub.
       Adalah Nabi Ayyub punya 14 orang anak, tujuh diantaranya putra, dan tujuh putri. Setiap hari makan siang di rumah saudaranya, saat itu berkumpul di rumah saudara mereka tertua  (yakni Harmula), dan pasukan syetan pun menyekap mereka dan melempari, hingga meninggal dunia semua dalam satu meja makan, diantara mereka ada yang tengah menyuap makanan dan ada pula yang memegang gelas minuman. Lagi-lagi Iblis menghampiri Nabi Ayyub, yang tengah shalat. Sahut Iblis,
       “Hai Ayyub, kenapa engkau tetap tekun beribadah pada Allah, padahal Allah telah merobohkan rumahmu dan menimpa anak-anakmu, hingga binasa seluruhnya?”.
       Namun Ayyub tidak menjawab sedikitpun, bahkan ia menyempurnakan shalatnya. Setelah selesai sholat beliau berdoa,
       “Segala puji bagi Allah Yang telah memberiku, dan menarik kembali dariku”. Setelah berdoa Nabi Ayyub menambahkan, “Hai Iblis makhluk terkutuk, ketahuilah bahwa seluruh harta dan anak-anak adalah fitnah, ujian bagi pria maupun wanita, dan semua telah ditarik kembali oleh Allah  dari tanganku, hingga aku mampu bersabar dan tetap tekun beribadah kepada Tuhanku”. Kembali Iblis pulang dengan penuh kecewa, merugi serta terkutuk.
       Namun Iblis tidak berputus asa, ia  terus mengejar Nabi Ayyub, lagi-lagi ia datang sewaktu Nabi Ayyub tengah melakukan shalat, bertepatan Ayyub melakukan sujud, Iblis meniup hidung dan mulut, maka mengembunglah tubuh Ayyub dan banyak berpeluh, hingga badan terasa berat. Melihat keadaan itu Rahmah istrinya mencoba menghibur dan mengingatkan Nabi Ayyub,
       “Derita sakitmu ini adalah akibat kesedihanmu memikirkan hartamu yang musnah dan bencana yang menimpa anak-anakmu, sedang kamu beribadah terus menerus di malam hari, siangnya berpuasa, tak kenal istirahat barang sesaat pun, lagi pula tak suka berhibur”.
       Selang beberapa hari kemudian Nabi Ayyub diserang penyakit cacar seluruh tubuhnya, mulai kepala sampai kaki, darah dan nanah mengalir dari tubuhnya, dan ulat-ulat pun berjatuhan, akibatnya seluruh famili dan kawan-kawan menyatakan cerai dan menghindarinya. Demikian pula dua dari ketiga orang istrinya menuntut cerai secara resmi, kecuali dewi Rahmah seorang istrinya yang setia melayani siang dan malam hari.
       Tidak terbatas sampai di sini penderitaan Nabi Ayyub, kaum hawa tetangganya menuntut Nabi Ayyub supaya angkat kaki dari kampungnya, lewat istrinya, mereka berkata,
       “Hai Rahmah, kami sangat khawatir kalau nanti penyakit suamimu menular pada anak-anak kami, seharusnya ia disingkirkan saja dari kampung kami, kalau tidak, kami akan memaksamu keluar”.
       Mendengar perkataan tetangganya, Dewi Rahmah pun segera keluar,  pakaiannya dibungkus, lalu dibawa pergi sambil berteriak keras,       “Aduh, demikian berat penderitaan ini, kami harus mengembara dan berpisah, mereka telah mengusir dari kampung dan rumah kami”.
       Nabi Ayyub di gendong pada punggungnya, diiringi isakan tangis istrinya, ia dibawa  kesebuah lokasi bekas  rumah yang sudah rusak, tempat pembuangan sampah dan disanalah ia ditaruh. Baru beberapa hari bertempat di situ, masyarakat sekitar melihat demikian itu kontan mengusirnya juga, dan mereka tidak segan-segan mengerahkan anjing-anjingnya untuk memaksa  Nabi Ayyub dan istrinya keluar dari lokasi tersebut. Dengan terpaksa dan diiringi isakan tangis Dewi Rahmah pun membawa pergi Nabi Ayyub menuju suatu tempat yang jauh dari kampung. Sesampainya disana Dewi Rahmah membuat sebuah gubug dari kayu dan disitulah Nabi Ayyub di rawat. Keesokan harinya Dewi Rahmah pergi dan datang dengan membawa alas tidur sebangsa tikar serta batu sebagai bantalnya. Untuk mengambil air minum, Dewi Rahmah membawakan wadah air yang biasa dipakai oleh para penggembala memberi minum ternak-ternaknya.
       Suatu hari Dewi Rahmah berniat ingin menuju suatu dusun terdekat untuk mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan uang dan untuk dibelikan sesuap nasi, tapi Nabi Ayyub memanggilnya, “Hai Rahmah, kembalilah.. aku menasehatimu, jika kamu hendak pergi menjauh dariku  aku akan kamu biarkan sendirian di tempat ini”.
       “Janganlah tuanku khawatir, sebab tidak mungkin aku membiarkanmu seorang diri, selama hayat dikandung badanku”. Jawab Rahmah dengan lembut.
       Akhirnya Dewi Rahmah berangkat menuju suatu dusun, dan diterima sebagai karyawan pada suatu perushaan roti. Ia bekerja setiap hari pada perusahaan roti berangkat pagi pulang sore untuk memberi makan Nabi Ayyub. Lama kelamaan masyarakat dusun itu mengerti bahwa ia adalah istri Nabi Ayyub, mereka pun berhenti tidak suka memberi makan padanya sambil mengatakan,
       “Menjauhlah dari kami...sebab kini kami merasa jijik padamu”.
       Sambil menangis, Dewi Rahmah memohon kepada Alloh,
       “Ya Alloh...Engkau melihat keadaanku ini, seolah-olah dunia ini berubah menjadi sempit bagi kami, semua orang selalu menghina dan mengejek kami, namun kami berharap janganlah Engkau menghina kami kelak di akherat. Ya Alloh...mereka telah mengusir dari rumah kami di dunia, namun kami berharap janganlah Engkau mengusir kami dari rumahMu kelak di akhirat”.
       Kemudian ia pun berangkat untuk menemui wanita istri perusahaan roti itu, sesampainya disana, ia mengutarakan keinginannya pada wanita itu,
       “Sungguh, suamiku saat ini tengah lapar, untuk itu perkenankanlah aku meminjam roti kepadamu”.
       “Menjauhlah dariku secepatnya supaya suamiku tidak melihatmu, untuk bisa mendapatkan roti, kamu supaya menyerahkan gelungan rambutmu kepadaku”. Jawab wanita itu.
       Dewi Rahmah memiliki 12 buah gelungan melembreh ke tanah, indah dan bagus serupa dengan yang ditemukan oleh Nabi Yusuf pada Siti Zulaikhoh.
       Wanita istri perusahaan roti pun datang dengan gunting untuk memotong gelungan rambut Dewi Rahmah, kemudian di tukarkan dengan empat potong roti.
       Dewi Rahmah merasa bersalah dengan tindakannya itu, dalam hatinya mengatakan...  “Ya Alloh, tindakanku ini semata-mata berbakti kepada suamiku untuk memberi makan nabiMu dengan menjual gelunganku”.
       Setelah tiba di rumah, Nabi Ayyub melihat roti segar di tangan istrinya, beliau pun menaruh perhatian dan menyangka jangan-jangan istrinya telah menjual dirinya, “Hai istriku, kamu bisa membeli beberapa potong roti dapat uang darimana?”, Demi Alloh, jika Alloh memberiku kesembuhan, aku akan memukul dirimu sebanyak 100 kali”.
       Dewi Rahmah tidak menjawab dengan kata-kata, ia membuka kerudungnya dan memperlihatkan pada Nabi Ayyub, rambutnya habis dijual untuk membeli makanan.
       Sambil meneteskan air mata Nabi Ayyub mengadu kepada Alloh,
       “Ya Alloh, telah lenyap upayaku hingga mencapai suatu masalah bahwa seorang istri nabiMu telah menukarkan rambutnya untuk membelanjai diriku”.
       Sambil memotong roti dan menyuapi Nabi Ayyub, Dewi Rahmah sedikit menghibur pada suaminya, “Hai suamiku, kini janganlah bersedih, sebab rambutku dapat tumbuh lebih bagus daripada yang semula”.
       Sekujur tubuh Nabi Ayyub penuh dengan penyakit, sampai banyak ulat-ulat yang memakan dirinya, setiap ulat jatuh dari tubuhnya, beliau pun mengambil dan mengembalikannya ketempat semula pada dirinya sambil mengatakan, “Makanlah pada apa-apa yang telah di rizkikan oleh Alloh kepadamu”.
       Daging pada tubuhnya sudah pada habis dimakan ulat-ulat itu, sehingga kelihatan tulang-tulang, urat dan sarafnya. Ketika matahari terbit menyinari, tembuslah sinarnya dari tubuh bagian depan sampai punggungnya. Yang tersisa hanyalah hati dan lesan, sebab hatinya tidak pernah sepi selalu bersyukur kepada Alloh dan lesannya pun selalu berdzikir kepada Alloh. Keadaan sakit seperti itu beliau terima dengan sabar dan tawakal serta tidak mengeluh sedikitpun selama 18 tahun.
       Pada suatu hari Dewi Rahmah berkata kepada Nabi Ayyub,
       “Engkau seorang Nabi yang terhormat di sisi Tuhanmu, alangkah baiknya jika engkau memohon kepada Alloh agar menyembuhkan penyakitmu..”.
       “Sudah berapa tahun masa senang kita..?” tanya Nabi Ayyub
       “Sudah 80 tahun”. Jawab istrinya
       “Sungguh malu rasanya jika aku berdo’a kepada Alloh, mengingat cobaan yang telah menimpa diriku belum seberapa dibandingkan dengan kesehatan dan kesenangan yang selama ini aku rakasakan”. Sahut Ayyub.
       Waktu terus bergulir, sakit yang diderita Nabi Ayyub tidak semakin membaik, dan ketika tiada lagi daging pada tubuhnya yang layak dimakan, maka ulat-ulat pun saling memakan pada sesamanya, hanya tersisa dua ekor ulat yang selalu mencari sisa-sisa daging pada tubuh Nabi Ayyub dan tidak menjumpai daging sedikit pun. Salah seekor ulat yang sampai ke hati dan memakannya, sedangkan seekor lainnya sampai ke lesan dan mengigitnya pula.
       Pada saat itulah Nabi Ayyub berdo’a kepada Alloh,
       “Ya Alloh, sesungguhnya aku telah mendapat cobaan yang berat, dan sesungguhnya Engkau maha Pengasih dari segala pengasih”.
       Do’anya Nabi Ayyub bukan berarti keluh kesah dan bukan berarti pula menyimpang dari golongan orang-orang yang bersabar. Kesedihan Nabi Ayyub bukan akibat harta dan anak-anaknya yang musnah binasa, namun rasa takut terhenti dari bersyukur dan berdzikir kepada Alloh. Dan seolah-olah beliau berdo’a, “Ya Alloh, sabarkanlah hatiku dalam menerima segala ujian dariMu sepanjang hati terus mencintaiMu dan lesan berdzikir kepadaMu, jika keduanya telah lenyap dariku, berarti terhentilah cintaku dan dzikirku kepadamu dan aku bukan tergolong orang yang bersabar”.
       Kemudian Alloh menjawab,
       “Hai Ayyub, kamu tidak usah bersedih sebab lesan, hati, ulat, sakit semua adalah milikku. Sungguh 70 orang Nabi telah menuntut ujian macam ini dariku, namun engkaulah yang Kupilih, untuk menambah kemulyaanmu disisiku. Dan ini bagimu hanyalah cobaan bentuk lahir saja”.
        Kesedihan Ayyub saat hati dan lesannya digerogoti ulat, sebab ia senantiasa tafakkur dan berdzikir pada Allah. Akhirnya kedua ekor ulat itu pun dijatuhkan oleh Allah dari tubuhnya, seekor menjadi lintah di air yang dapat dibuat menyembuhkan orang sakit, sedang seekor lagi jatuh di darat berubah menjadi lebah yang juga madunya dibuat obat bagi manusia.        
       Kemudian Jibril datang dengan membawa dua buah delima surga, begitu melihat Jibril datang Nabi Ayyub langsung bertanya,
       “ Hai Jibril, masih ingatkah Alloh kepadaku?”
       “Tentu, bahkan Alloh kirim salam kepadamu dan menyuruh supaya engaku makan dua delima ini, nanti penyakitmu bisa sembuh, daging dan tulangmu bisa pulih kembali”. Jawab Jibril
       Sesudah makan bua delima, Jibril berseru, “Hai Nabi Ayyub. Berdirilah dengan izin Alloh.”
       Setelah Nabi Ayyub berdiri dengan tegak, Alloh memerintahkan kepada Nabi Ayyub, “Hai Ayyub, pukullah bumi dengan kakimu”.
       Nabi Ayyub menuruti perintahnya Alloh, beliau memukul bumi dengan kaki kanannya, seketika itu keluarlah air hangat dari dalam tanah kemudian beliau mandi dengan air tersebut. Berikutnya beliau memukul bumi dengan kaki kirinya, seketika itu keluarlah air dingin yang dapat diminum olehnya. Dengan keajaiban Tuhan, segalah penyakit yang diderita Nabi Ayyub lenyap, tubuhnya menjadi lebih bagus dari yang semula, mukanya bersinar melebihi cahaya bulan.
       Firman Alloh,
       Lalu Kami perkenankan do’anya dan Kami lenyapkan penyakit berbahaya pada dirinya, dan Kami datangkan kepadanya seluruh keluarganya semisal mereka, sebagai rahmat dari sisi Kami dan sebagai peringatan bagi orang-orang yang beribadah”.
       Semua anak-anak Nabi Ayyub meninggal dunia, setelah beliau sembuh dari sakitnya, Alloh menghidupkan anaknya dan menambah anak semisal dengan jumlah anaknya yang meninggal, yaitu tujuh orang laki-laki dan 7 orang perempuan sehingga jumlah seluruhnya menjadi 28 orang.
          Kini Nabi Ayyub bisa berkumpul kembali dengan keluarganya dan merasakan kebahagiaan yang telah lama hilang. Setelah itu Nabi Ayyub mengambil dahan ranting kecil sebanyak seratus batang, lalu diikat menjadi satu. Dewi Rahmah dipukulnya sekali untuk menghilangkan sumpahnya ketika marah kepada istrinya beberapa waktu lalu. Selanjutnya mereka hidup bahagia serta menurunkan Nabi-nabi dibelakang hari.
       Demikian kisah ketabahan seorang Nabi yang menderita penyakit koreng di sekujur tubuh selama 18 tahun. Ini sebagai contoh bagi orang-orang yang beribadah, supaya mereka tahu bahwa setiap orang yang menetapi barang haq pasti mendapat cobaan, dan supaya tahu tentang ujian terberat adalah  bagi para Nabi, kemudian para kekasih Alloh, selanjutnya orang-orang yang semisal mereka. Untuk itu, petiklah dari mereka, baik dalam hal amaliyah ataupun sikapnya yang penuh kesabaran. Dengan ini pula dapat diketahui bahwa, “JALAN MENUJU ALLOH/KE AMALIYAH YANG BAIK ADALAH LEBIH DEKAT DIBANDING PEMBERIAN YANG BAIK”.

********
Sumber HR “Durotun Nasihin”

KISAH NABI DAWUD DAN RAJA JALUT

Hari itu adalah hari yang suram bagi Bani Israil. Nabi sekaligus pemimpin mereka telah dipanggil menghadap Sang Pencipta. Wafatnya Nabi Musa telah meninggalkan duka yang dalam bagi orang-orang Bani Israel. Kini mereka hanya bisa memandangi sebuah peti yang diwariskan oleh Nabi mereka. Peti yang merupakan simbol kekuatan dan kejayaan Bani Israel itu berisi kitab Taurat, sorban Nabi Harun, tongkat dan sandal Nabi Musa.
       Dulunya orang-orang Bani Israel rajin mempelajari dan mengamalkan isi kitab Taurat. Mereka taat beribadah kepada Alloh. Ketaatan kepada Alloh telah membawa Bani Israel menjadi bangsa yang hebat. Namun sejak mereka ditinggalkan oleh Nabi Musa, segala sesuatunya mulai berubah. Keimanan kaum Bani Israel sedikit demi sedikit mulai memudar. Peraturan-peraturan Alloh mulai diabaikan. Hawa nafsu mulai menjadi panutan. Mereka suka bertengkar satu sama lain. Hanya sedikit orang yang masih khusu’ beribadah kepada Alloh, diantaranya Samuel atau Yusa’ bin Nun, seorang hamba Alloh yang dipilih oleh Alloh meneruskan kenabian Musa dan Harun.
       Lama kelamaan Bani Israel menjadi bangsa yang sombong dan takabur. Dari luar mereka kelihatan sebagai bangsa yang besar dan hebat, padahal mereka telah menjadi bangsa yang lemah dan pengecut. Sehingga dengan mudahnya kaum kafir yang dipimpin oleh raja Jalut menjajah dan menguasai Bani Israel. Peti suci Bani Israel pun jatuh ke tangan orang-orang kafir. Rakyat Bani Israel menderita, harta mereka dirampas dan mereka diusir dari tanah airnya.
       Pada suatu hari mereka menemui Nabi Samuel, “Wahai Nabi...Apakah tidak ada seseorang yang dapat memimpin kami berperang melawan bala tentara Jalut?”.
       Samuel terdiam. Ia teringat sifat kaum Bani Israel yang suka berbuat seenaknya kepada pemimpin mereka, bahkan peraturan Alloh pun sering mereka lawan. Sulit rasanya mencari seorang pemimpin yang saleh di kalangan mereka.
       “Apakah kalian yakin akan siap berperang melawan bala tentara Jalut? Jangan-jangan ketika tiba di medan perang, kalian berlari ketakutan?” tanya Samuel.
       “Mengapa kami harus takut melawn mereka! Sedangkan kami adalah bangsa yang terusir dan keadaan kami makin memburuk!”.
       “Kalau memang demikian...baiklah...aku akan memohon petunjuk Alloh untuk mencari raja yang kalian inginkan”.

Berita Mengejutkan
Beberapa kari kemudian Samuel datang menemui orang-orang Bani Israel dengan membawa berita yang sangat mengejutkan..
       “Sesungguhnya Alloh telah mengutus Tholut sebagai pemimpin kalian”.
       “Haaahh?!...Bagaimana mungkin ia menjadi pemimpin kami? Ia adalah orang miskin yang bukan keturunan seorang pemimpin!”.
       “Wahai kaum Bani Israel...Alloh telah memilih Tholut karena ia memiliki pengetahuan yang luas serta fisik yang kuat. Hidupnya sederhana dan tak pernah berkeinginan menjadi raja. Itulah ciri orang yang beriman. Kalau kalian masih ragu, lihatlah sekarang apa yang ada di rumahnya”.
       Kaum Bani Israel berbondong-bondong mendatangi rumah Tholut. Ketika telah sampai di depan rumah Tholut, mereka tercengang melihat sebuah benda yang terbujur di depan pintu rumah Tholut.
       “Haahh?! Bukankah ini peti suci milik bangsa kita yang telah dirampas oleh Jalut...?!”.
       “Benar. Peti ini telah dirampas oleh musuh kalian. Kemudian Alloh perintah kepada malaikat untuk mengambil peti ini dan menyerahkan kembali kepada kalian. Ini adalah sebagai tanda kekuasaan Alloh sekaligus bukti bahwa Alloh telah memlih Tholut untuk menjadi raja kalian” jelas Nabi Samuel.
       Akhirnya kaum Bani Israel mengakui bahwa Tholut memang orang yang pantas menjadi pemimpin mereka.
       Tholut menjadi pemimpin kaum Bani Israel yang dihormati. Pembentukan pasukan Tholut pun dimulai. Semua kaum laki-laki dilatih untuk menjadi pasukan yang tangguh, karena musuh yang akan mereka hadapi cukup berat. Selain itu Tholut juga menbekali mereka dengan pengertian-pengertian tentang keyakinan.
       “Yang paling utama dalam berperang adalah iman kepada Alloh. Berperang tanpa iman, kita akan lemah dan kalah walaupun bala tentara kita banyak”.
       Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah bala tentara Bani Israel berjumlah 80.000 orang yang dipimpin langsung oleh Tholut. Perjalanan mereka menuju medan perang cukup jauh, mereka harus berjalan melewat hamparan padang pasir yang panas dan gunung-gunung batu yang tandus. Ketika hampir tiba di tujuan, para pasukan Tholut mulai nampak kelelahan. Rasa haus mencekik leher mereka. Tiba-tiba Tholut berseru...
       “Wahai kaumku! Bersabarlah! Sebentar lagi kita akan melewati sebuah sungai...!”.
       Mendengar kata-kata sungai, bala tentara Tholut kembali bersemangat. Yang terbayang oleh mereka adalah air yang bening mengalir berlimpah-limpah. Mereka akan mandi dan minum sepuas-puasnya. Namun tiba-tiba kegembiraan mereka berubah begitu mendengar peringatan dari Tholut...
       “Tetapi ingat! Alloh akan menguji kalian dengan sungai itu. Kalian tidak boleh minum air sungai itu dengan berlebihan, cukup seteguk atau dua teguk saja untuk membasahi tenggorokan kalian. Siapa diantara kalian yang minum dengan berlebihan, maka kalian bukan lagi pengikutku. Yang minum sedikitlah yang tetap menjadi pengikutku!”.
       Begitu pasukan Tholut sampai di sungai, banyak diantara mereka yang lupa diri. Padahal Tholut berulang-ulang mengingatkan mereka.
       “Minumlah secukupnya! Minumlah secukupnya saja....! Jangan berlebihan!”.
       Kaum Bani Israel itu tidak mendengar peringatan rajanya. Mereka memilih menuruti hawa nafsu dengan meminum air sepuas-puasnya. Diantara 80.000 pasukan, hanya tinggal 313 orang saja yang taat pada perintah Tholut.
       Akibatnya, orang-orang yang tidak taat pada perintah Tholut satu demi satu bertumbangan. Mereka tidak kuat melanjutkan perjalanan.
       Dalam hati Tholut berkata, “Hmm...Kini aku tahu siapa diantara mereka yang lemah imannya lagi pengecut dan yang kuat imannya lagi pemberani. Aku akan berperang dengan orang-orang yang memiliki keberanian dan iman yang tinggi. Meski jumlah mereka sedikit tetapi yang paling penting dalam pasukan adalah, sifat keberanian dan iman yang tinggi, bukan semata-mata jumlah pasukan dan senjata mereka”.

Menghadapi Raja Jalut
Tibalah saat-saat yang menentukan bagi pasukan Tholut. Mereka telah sampai di medan peperengan. Di kejauhan nampak pasukan musuh yang sangat kuat dan banyak sudah siap menghadang. Raja Jalut berdiri paling depan mengenakan baju besi dengan pedang terhunus. Sementara itu pasukan Tholut yang tinggal sedikit itu sebagian besar diantara mereka merasa cemas dan ketakutan.
       “Bagaiman mungkin kita dapat mengalahkan pasukan yang kuat ini?”
       “Tholut berusaha memberikan semangat dan membesarkan hati pasukan,
       “Yang penting dalam pasukan adalah keimanan dan keberanian. Sudah banyak kelompok yang sedikit mampu mengalahkan keompok yang banyak dengan ijin Alloh. Kalian jangan cemas, Alloh pasti menolong kita!”.
       Akhirnya mereka sama-sama memohon kepada Alloh...
       “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan kokohkanlah pendirian kami terhadap orang-orang kafir”
       Pasukan Tholut dan pasukan Jalut telah berhadap-hadapan. Keduanya diam dan saling menunggu. Akhirnya hilanglah kesabaran Jalut yang telah bernafsu untuk menghancurkan pasukan Tholut. Raja kafir yang bengis itu berjalan ke tengah-tengah arena...
       “Hai... Bani Israel!” suara Jalut menggelegar.
       “Bukankah kalian datang kemari ingin melawanku?! Sebelum kalian berhadapan dengan pasukanku, aku menantang kalian untuk berduel satu lawan satu! Siapa yang berani melawanku, maju!”  Jalut berteriak-terian sambil mengacungkan pedangnya. Wajahnya begitu menyeramkan.
       Pasukan Tholut nampak ketakutan dan kecut hatinya. Tidak ada yang berani membalas tantangan Jalut. Disaat-saat tegang itu tiba-tiba majulah seoran pemuda dari pasukan Tholut. Pemuda berbadan kecil yang pekerjaan sehari-harinya menggembala kambing itu bernama Dawud. Walaupun usianya masih dua belas tahun tetapi Dawud adalah seseorang yang memiliki ketaqwaan tinggi. Ia memahami betul bahwa keimanan dan ketaqwaan kepada Alloh adalah hakekat kekuatan di alam ini.
       Dawud memohon ijin kepada Raja Tholut untuk berduel dengan Jalut. Semula sang Raja tidak mengijinkan...
       “Engkau masih muda, Nak... Jangan sia-siakan nyawamu...”.
       “Aku tidak takut melawan Jalut. Ijinkanlah untuk menghadapinya”.
       Akhirnya Tholut memberi ijin padanya.....
       ‘Wahai Dawud...Seandainya engkau dapat membunuh Jalut, maka engkau akan kunikahkan dengan putriku dan kujadikan pemimpin pasukan”.
       Dawud tidak peduli dengan iming-iming tersebut. Ia hanya berperang membunuh Jalut seorang laki-laki yang sombong, lalim dan tidak beriman kepada Alloh. Dawud bukanlah seorang tentara, ia hanya seorang pengembala kecil yang tidak memiliki pengalaman dalam peperangan, tidak memiliki pedang, senjata yang dimilikinya hanyalah ketepel dan potongan-potongan batu. Meskipun demikian Dawud yakin bahwa Alloh adalah sumber kekuatan hakiki. Atas dasar itulah maka ia merasa lebih kuat daripada Jalut.
       Dawud maju ke medan laga dengan membawa potongan-potongan batu dan ketepel. Melihat itu, jalut tertawa terbahak-bahak...
       “Ha.. haa..haa..! Mau apa kau bocah?! Mau mati konyol...?!”.
       “Hai orang kafir! Aku akan melawanmu! Aku tidak takut padamu!”
       Kemudian Dawud meletakkan batu di ketepelnya, lalu ia melepaskannya di udara, sehingga batu itu pun meluncur dengan kencang. Angin seolah menjadi sahabat Dawud karena ia cinta kepada Alloh, angin membawa batu itu ke dahi Jalut.
       “Plettakk!” Batu itu mengenai pelipis Jalut. Tubuh besar yang dibekali dengan senjata lengkap itu terhuyung-huyung lalu... ”Gedebukk!” Jalut tersungkur ke tanah sudah tidak bernyawa lagi. Melihat pemimpin mereka mati, pasukan Jalut lari tunggang langgang.
       “Horee...horee...kita menang...kita menaaang!” pasukan Tholut melompat-lompat kegirangan. Dawud digendong dan diarak kesana kemari oleh orang-orang Bani Israel.
       Dawud telah mencapai puncak ketenaran ditengah-tengah kaumnya hingga ia menjadi seorang lelaki yang paling terkenal di kalangan Bani Israel. Beliau menjadi pemimpin pasukan dan menjadi suami putri Raja Tholut. Namun Dawud tidak terlena dengan kegembiraan yang dialaminya. Beliau tidak bertujuan mencari ketenaran, kedudukan maupun kehormatan. Yang beliau inginkan adalah menggapai cinta Alloh. Akhirnya setelah Raja Tholut wafat, Dawud diangkat menjadi penggantinya. Selain itu Alloh juga memilihnya menjadi Nabi untuk melanjutkan perjuangan Nabi Samuel.

***********
IP