Asghor dan Akbar adalah dua orang majusi yang hidup pada zaman Malik bin Dinar. Mereka adalah orang-orang yang menyembah api. Asghor yang mudah telah menyembah api selama 35 tahun. Sedangkan Akbar yang umurnya jauh lebih tua, telah menyembah api selama 73 tahun. Suatu hari Asghor berkata kepada Akbar. “Kita telah menyembah api selama puluhan tahu. Marilah kita coba menguji apakah api ini membakar kita seperti ia membakar orang lain yang tidak menyembahnya. Bila ternyata memang kita tidak terbakar olehnya, maka baiklah kita teruskan menyebahnya untuk selama-lamanya”.
“Saya setuju dengan gagasanmu itu. Marilah kita coba:, jawab Akbar.
“Pikiranmu itu sangat bagus”, katanya lagi.
Maka keduanya menyalakan api.
“Apakah engkau yang lebih dahulu meletakkan tanganmu ke atas api itu ataukah saya?”, tanya Asghor.
“Engkau lebih dahulu”, jawab Akbar.
Asghor meletakkan tangannya di atas api yang sedang menyala itu. Ternyata api itu tetap membakar tangannya. Panasnya tidak berkurang sedikitpun. Dengan mengaduh kesakitan, Asghor menarik tangannya dari api seraya berkata:
“Wahai api! Aku telah menyembahmu sekian lama, telah puluhan tahun tidak berhenti. Tapi mengapa engkau membakar tanganku, sehingga menjadi sakit begini?”. Api tidak menjawab sepatah katapun pertanyaan Asghor.
Kemudian Asghor berpaling pada sahabtnya Akbar, dan berkata,
“Rupanya sia-sia saja kita menyembah api ini. Namun ia tidak mengubah sifatnya dari membakar. Ia tidak membalas kebaikan kita selama ini. Saya kira lebih baik kita tinggalkan saja perbuatan kita untuk menyembah api ini lagi”.
“Tidak!. Aku tidak ingin meninggalkan keyakinanku ini. Aku tetap menyembahnya seumur hidupku”, jawab Akbar.
“Apakah api tidak membakar tanganmu? Coba letakkan tanganmu pula di atasnya!”
“Memang, sekalipun tanganmu atau tanganku serta tangan siapa saja tentu akan dibakar oleh api, tapi aku telah menerima keyakinan ini dari nenek moyangku dahulu kala. Aku tidak mau mengubah keyakinanku yang sudah kupilih ini”, jawab Akbar.
Akhirnya terjadilah perpisahan antara dua sahabat itu. Asghor beserta keluarganya pindah menuju kepada Malik bin Dinar, seorang sultan yang sedang berkuasa saat itu. Diceritakannya kepada sultan tentang pengalamannya. Malik bin Dinar mengajaknya masuk Islam. Mulai saat itulah kemudian Asghor menyatakan diri islam setelah menucapkan kalimah syahadat “asyhadu an laa ilaaha illalloh, wa asyhadu anna muhammadan rosululloh”. Mereka masuk Islam dengan kesadaran mereka sendiri tanpa paksaan.
Malik bin Dinar kemudian berkata kepada Asghor, “Marilah duduk didekatku sini, bersama sahabat-sahabatku ini. Nanti akan aku kumpulkan uang dari saharat-sahabatku ini untukmu”.
“Tidak…aku tidak ingin uang itu. Aku masuk Islam, bukanlah karena kemiskinan dan kemlaratan. Aku masuk Islam adalah karena kesadaran. Aku tidak membutuhkan uang yang tuan maksudkan itu. Aku masih cukup mempunyai bekal untuk hidup walaupun sederhana”, jawab Asghor.
Karena itu, Asghor diberi tempat disebuah rumah sederhana. Sebab gedung yang indah dan mewah pun ia tidak mau menerimanya.
Disanalah ia bersama keluarganya melakukan ibadah kepada Alloh SWT dan menjalankan ajaran-ajaran Islam. Suatu kali, pagi-pagi istrinya berkata,
“Pergilah ke pasar, dan carilah pekerjaan, kemudian belilah makanan untuk kita bersama”.
Dengan tidak memberikan jawaban sepatah kata pun, Asghor pergi ke pasar dengan maksud mencari rizki. Di pasar ia mencari pekerjaan, tapi tak seorangpun yang mau menerimanya. Asgor berfikir dalam hati, « Lebih baik aku beramal untuk Alloh SWT dan aku percaya bahwa Dia itu Maha Kuasa dan Maha Pemurah”.
Sesudah mengucapkan perkataan itu, ia pun pergi ke masjid dan disitulah ia melakukan sholat sampai jauh malam. Kemudian ia pulang dengan tangan hampa. Sesampainya di rumah istrinya bertanya,
“Tidak satu pun engkau bawa pulang? Dan engkau tidak mendapatkan pekerjaan”.
“Ada orang yang menjanjikan pekerjaan besok, dan besok pulan ia menjanjikan upah dari pekerjaan itu”, jawab Asghor.
Besoknya kebetulan hari Jum’at. Pagi-pagi benar ia pergi ke pasar. Seperti hari kemarin, hari itu pun ia tidak mendapatkan pekerjaan. Karena hingga siang hari ia belum mendapatkan pekerjaan, ia kemudian menuju masjid untuk melakukan sholat Jum’at bersama-sama kaum muslimin. Disitu, ia menadahkan tangannya seraya memohon kepada Alloh SWT :
“Ya Alloh, demi kehormatan agama yang kupeluk ini, dan demi kehormatan hari yang mulia ini, aku berdo’a kepada Engkau, kiranya buanglah rasa gelisah dan sedih dari dalam hatiku, karena tak dapat memenuhi kehendak keluargaku. Aku malu sekali terhadap keluargaku, dan aku sangat khawatir, kalau-kalau mereka kembali memeluk agama Majuzi lagi, karena tak sanggup menahan derita kelaparan sejak memasuki agama suci-Mu ini”.
Sedangkan di rumah, saat istrinya menunggu kedatangan suaminya, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang ke rumahnya seraya mengetok pintunya.
Istrinya Asghor keluar menemui tamu iti. Ternyata yang datang itu seorang pemuda yang cukup tampan. Ditangannya sebuah pundi-pundi berisi penuh, kemudian berkata:
“Terimahlah pundi-pundi ini dan beritahukan kepada suamimu, bahwa inilah upah (pahala) sholat yang dilakukan di masjid itu. Walaupun amalnya sedikit namun Alloh SWT memberi balasan yang cukup besar.
“Pundi-pundi itu di diterima oleh istrinya Asghor dan kemudian dibukanya. Ternyata di dalamnya berisi 1000 dinar uang emas. Dicobanya mengambil sebuah dan dibawanya ke tukang emas, untuk ditimbang beratnya. Ternyata beratnya melebihi berat emas biasa. Tukang emas itu menjadi heran, kenapa bisa terjadi demikian. Lalu ia bertanya, “Darimana engkau peroleh dinar emas ini? Kenapa beratnya lebih dari yang biasa?”
Istrinya Asghor menceritakan semua kejadian yang telah terjadi. Dia bergembira sekali menerima rizki dari Alloh yang tak terduga-duga itu. Hilang rasa lapar bertukar dengan rasa syukur Alhamdulillah yang tak henti-hentinya.
Sedangkan Asghor setelah selesai sholat di masjid, ia lalu pulang ke rumah. Ia masih gelisah dan merasa malu karena harus pulang dengan tangan kosong. Untuk menghilangkan kekecewaan istrinya, Asghor kemudian menaruh debu dalam sorbannya. “Jika istriku nanti bertanya, akan kuberikan sorban ini dengan isinya”. Pikir Asghor dalam hati.
Namun ketika sampai di halaman rumahnya, ia mencium bau yang sedap dari makanan yang sedang di masak istrinya. Maka ditaruhlah sorbannya itu didepan pintu lalu bergegas menemui astrinya seraya menanyakan apa yang dilihatnya. Mendengar cerita istrinya, Asghor bersyukur dan bersujud kepada Alloh untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepadanya.
Istrinya kemudian bertanya, “Apakah yang engkau bawa dalam sorban tadi?”
“Tidak usalah engkau menanyakan hal itu, saya tidak membawa apa-apa”, jawab Asghor.
Istrinya kemudian bergegas menuju kedepan rumahnya dan dibukanya serban yang tergeletak di depan pintu. Ternyata ketika dibuka, sorban itu berisi permata berlian yang banyak sekali jumlahnya.
Rasa bahagia pun menyelimuti hati semuanya. Keluarga Asghor kini hidup lebih dari kecukupan. Namun hal itu tidklah membuat mereka menjadi sombong. Mereka juga tidak lupa untuk mengeluarkan zakat dan bersedekah kepada fakir miskin di sekitarnya. Sehingga tidak hanya keluarganya saja yang merasa bahagia, namun juga para tetangganya. Mereka senang memiliki tetangga seperti Asghor. Meskipun ia kaya, namun juga berhati mjulia dan dermawan.
Karena itu, benarlah apa yang sudah difirmankan Alloh SWT : “Barang siapa yang bertaqwa kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi jalan keluar (bagi kesulitan-kesulitan yang menimpanya). Dan memberinya rizqi dari arah yang tidak disangka-sangkanya”.(QS. At-Tholaq ayat 2-3).
**********
0 komentar:
Posting Komentar